TOPNEWSP.COM, JAKARTA – Prof Taruna Ikrar kini telah satu tahun memimpin BPOM dan telah banyak melakukan perubahan positif di lembaga pemerintah itu.
Dia bahkan terus memberikan terobosan-terobosan dalam mendukung program Presiden Prabowo Subianto.
BPOM bahkan mampu memberikan kontribusi ekonomi melalui potensi senilai Rp6.000 triliun—jauh lebih besar dari APBN tahun 2026 yang diproyeksikan senilai Rp3.700 triliun.
Baca juga: Gebyar ABG Resmi Dibuka Wapres, BPOM Perkuat Ekosistem Inovasi dan Kemandirian Farmasi Indonesia
Potensi tersebut bersumber dari otoritas BPOM yang dilindungi oleh dua payung hukum: UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 dan UU Pangan No. 18 Tahun 2012, serta diperkuat Perpres Nomor 80.
“Selama satu tahun memimpin BPOM, sebanyak 1,2 juta dokumen telah diselesaikan yang berdampak pada 600 ribu industri, mulai dari skala kecil, menengah, hingga besar,” bebernya.
Terbaru adalah program Gebyar ABG yang merupakan singkatan dari Academia–Business–Government (ABG) Collaboration, yakni ruang kolaborasi pengembangan industri obat dan makanan yang aman, berkualitas, mandiri, dan berdaya saing global, yang diresmikan Wapres Gibran Rakabuming Raka, Sabtu 15 November 2025.
Bersamaan dengan itu, di halaman belakang kantor, expo inovasi bersiap dibuka. Deretan stan universitas, startup kesehatan, industri farmasi, hingga UMKM terpasang rapi.
Baca juga: Inovasi Vaksin Inhalasi, Kepala BPOM Taruna Ikrar: Harapan Baru Menuju Indonesia Bebas TBC
Aroma alkohol laboratorium bercampur wangi kopi dari barista mahasiswa yang turut menjadi peserta expo. Suasananya seperti pameran sebuah negara yang sedang menegosiasikan masa depannya.
Di sinilah strategi Taruna Ikrar terlihat jelas. BPOM tidak hanya memeriksa, mengawasi, atau memberi sanksi. Ia ingin lembaga ini menjadi fasilitator, penyambung dunia riset dengan industri, penghubung kampus dengan dunia regulasi.
“Pengawasan dan pengembangan industri obat dan makanan adalah tugas besar yang tidak bisa diemban BPOM sendiri,” ujarnya dalam satu sesi panel.
Konsep ABG yang ia kembangkan menempatkan akademisi sebagai mesin riset dan pembentuk SDM unggul, bisnis sebagai penggerak hilirisasi dan komersialisasi, serta pemerintah sebagai penjamin keamanan, mutu, khasiat, sekaligus akselerator kebijakan.
Tantangan yang ingin diselesaikannya jelas: ketergantungan impor bahan baku obat (BBO) yang mencapai 90 persen. “Riset tidak boleh berhenti di laboratorium. Kita butuh sinergi agar Indonesia mampu mandiri dan melahirkan produk inovatif,” tegas Taruna.
MoU, Expo, dan Lalu Lintas Ide yang Mengalir
Puluhan pejabat, rektor, dekan, dan pimpinan industri dari enam negara—India, Tiongkok, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, dan Indonesia—antre menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan BPOM.
Kegiatan dilanjutkan pembukaan expo inovasi oleh Taruna Ikrar bersama sejumlah tokoh, termasuk YM Tengku Dato’ Dr. Hishammudin Zaizi Bin Y.A.M. Tengku Bendahara Azman Shah Al-Haj (CEO Ikhasas Group Malaysia), serta para rektor dari UGM, UNAIR, USK, dan UMS. Hadir pula Dymitro Baskakov dari Age Management Alliance, Amerika Serikat.
Panel diskusi berlangsung dinamis. Para pembicara mengulas ATMP (Advanced Therapy Medicinal Products), peluang investasi, hingga masa depan bioteknologi Indonesia. Sesi paling ramai dipandu Stafsus BPOM, dr. Wachyudi Muchsin, yang mempertemukan industri dengan peneliti dalam forum lisensi riset.
Besok, Minggu (16/11/2025), business matching dijadwalkan dimulai. Halaman BPOM akan berubah menjadi arena negosiasi. Ada 10 booth dari Korea Selatan, Tiongkok, Malaysia, India, Singapura, dan Indonesia. Dua puluh perguruan tinggi nasional turut hadir menawarkan riset unggulan. Sementara UMKM bergerak mengisi ruang promosi produk.
Kegiatan ditutup dengan peluncuran buku-buku inovasi, kompetisi inovasi produk, talk show, zumba, donor darah, vaksin hepatitis A gratis, hingga hiburan musik oleh Iis Dahlia dan Ferry Curtis. Semuanya memperkuat nuansa Merdeka Belajar versi regulator. (*)



Tinggalkan Balasan