• Facebook
  • X
  • Instagram
  • TikTok

TOPNEWS PORTAL

  • SULSEL
  • MAKASSAR
  • SULBAR
  • NASIONAL
  • NUSANTARA
  • POLITIK
  • MANCANEGARA
  • SPORT
  • LIFESTYLE

Refleksi Gerakan 98 di Makassar, dari Reformasi Belum Tuntas hingga Menguatnya Oligarki

Avatar AN Latif
AN Latif
Mei 24, 2025
Refleksi Gerakan 98 di Makassar, dari Reformasi Belum Tuntas hingga Menguatnya Oligarki

TOPNEWSP.COM, MAKASSAR – Perkumpulan Mahasiswa Makassar menggelar diskusi publik bertajuk “Brainstorming Reformasi Gelap: Refleksi Gerakan 98”di Warkop Aspirasi, Jalan A. P. Pettarani, Jumat 24 Mei 2025 malam.

Kegiatan ini mengupas tuntas sejarah dan kelanjutan agenda reformasi 1998 yang dinilai belum tuntas hingga hari ini.

Diskusi menghadirkan empat alumni kampus ternama sebagai narasumber dari berbagai kampus di Makassar, antara lain; Alto Makmur dari UNM, Syawaluddin Arif dan Syamsir dari Unhas, Abdul Wahab Tahir dari Universitas 45, Mustakbir Sabri dari UIN, serta Agus Baldin dari UMI.

Turut hadir pula panelis Muhammad Hamdi Ibrahim dan aktivis senior Mulawarman. Acara ini menarik perhatian ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar Kota Makassar.

Baca juga:

Momentum Hari Kebangkitan Nasional, Refleksi Sejarah dan Komitmen Bangun Bangsa

Ketua panitia, Syarif menegaskan pentingnya diskusi ini sebagai upaya generasi muda memahami mengapa perjuangan tahun 1998 hanya menghasilkan reformasi, bukan revolusi.

“Yang kami inginkan adalah revolusi. Reformasi hanya setengah jalan dan meninggalkan beban sejarah yang harus kami lanjutkan,”tegasnya.

Syawaluddin Arif menyoroti melemahnya budaya diskusi di kalangan mahasiswa saat ini. Ia menyebut hilangnya ruang-ruang dialektika sebagai penyebab utama stagnasi gerakan.

Istilah dan gagasan ‘revolusi’ tidak pernah menjadi fokus utama mahasiswa saat itu; mereka lebih banyak bergerak secara spontan dan aksi di jalan tanpa perencanaan strategis seperti revolusi.

Baca juga:

Dana Bagi Hasil 24 Kabupaten di Sulsel Mulai Disalurkan, Ini Jumlahnya

Reformasi muncul sebagai jalan tengah karena kekhawatiran terhadap dampak revolusi yang bisa menimbulkan kekacauan besar.

“Dulu kita punya forum diskusi intensif. Hari ini mahasiswa terlalu sibuk dengan gawai, bukan gagasan,”sindirnya.

Sementara itu, Abdul Wahab Tahir memaparkan bahwa istilah reformasi bukan berasal dari mahasiswa, melainkan dipaksakan oleh elite politik pasca kejatuhan Orde Baru.

“Kami tidak pernah teriak ‘reformasi’. Yang kami suarakan adalah revolusi. Kata ‘reformasi’ disusupkan karena elite takut pada revolusi rakyat,” ungkapnya.

Alto Makmur menjelaskan fragmentasi kelompok mahasiswa juga memengaruhi hal ini. Ada kelompok moderat, kelompok Islam modernis, dan kelompok kiri yang radikal.

Karena kekhawatiran militer dan kekuatan politik lain, revolusi yang radikal tidak mungkin terjadi secara luas.

Para pemimpin reformasi lebih memilih agenda yang realistis dan dapat diterima oleh kekuatan politik yang ada, sehingga istilah reformasi lebih banyak digunakan ketimbang revolusi.

“Kelompok Islam menjadi motor utama, namun fragmentasi pasca 98 membuat agenda perjuangan tercerai-berai,” ujarnya.

Para narasumber sepakat bahwa sebagian besar agenda reformasi, seperti pemberantasan KKN dan supremasi sipil, belum tercapai. Bahkan, menurut mereka, dominasi oligarki justru semakin menguat.

Agus Baldin mengingatkan pentingnya menengok kembali sejarah kelompok-kelompok diskusi pra-98 yang dulu lantang menuntut pencabutan undang-undang represif.

“Kami tidak ingin generasi mahasiswa hari ini hanya menjadi ‘generasi TikTok’. Mahasiswa harus kembali menjadi lokomotif perubahan,” katanya dengan nada prihatin.

Sementara itu, dua panelis utama yang hadir, Muhammad Hamdi Ibrahim dan Mulawarman, memperkuat pandangan bahwa reformasi belum mencapai tujuannya.

Hamdi menekankan perlunya agenda baru yang lebih radikal untuk membongkar akar masalah. Sementara Mulawarman menyerukan konsolidasi gerakan mahasiswa agar tidak lagi mudah dibelokkan oleh kompromi elite.

Diskusi ditutup dengan seruan agar mahasiswa hari ini tidak sekadar menjadi penonton sejarah, tetapi kembali aktif menghidupkan ruang-ruang diskusi, konsolidasi, dan perlawanan intelektual. (*)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TOP ARTIKEL

  • Ingin Sejahterakan Guru Non ASN dan Honorer, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Minta Tambahan Anggaran

    Agustus 27, 2025
  • Ini 10 Peran Pemprov Dorong KKS di Sulsel yang Dipaparkan Sekda Jufri Rahman ke Tim Verifikator

    Agustus 27, 2025
  • Disdik Makassar Klaim Tuntaskan SPMB 2025 Tanpa Kendala dengan Aplikasi, Meski Tanpa Dana APBN/APBD

    Agustus 27, 2025
  • Presiden Prabowo Lantik Kepala dan Wakil Kepala Badan di Istana Negara, Ini Daftarnya

    Agustus 25, 2025
  • Ini Daftar 8 Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang Resmi Dilantik Presiden Prabowo

    Agustus 25, 2025

TOP Tags

Andi Sudirman Sulaiman dprd makassar Kota makassar munafri arifuddin Wali Kota Makassar

About Us

TOPNEWS PORTAL

Tentang Kami

Kode Etik

Redaksi


Kota Makassar, Sulawesi Selatan
+62859-3522-2004
redaksi.topnewsportal@gmail.com

Latest Articles

  • Ingin Sejahterakan Guru Non ASN dan Honorer, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Minta Tambahan Anggaran

    Ingin Sejahterakan Guru Non ASN dan Honorer, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Minta Tambahan Anggaran

    Agustus 27, 2025
  • Ini 10 Peran Pemprov Dorong KKS di Sulsel yang Dipaparkan Sekda Jufri Rahman ke Tim Verifikator

    Ini 10 Peran Pemprov Dorong KKS di Sulsel yang Dipaparkan Sekda Jufri Rahman ke Tim Verifikator

    Agustus 27, 2025
  • Disdik Makassar Klaim Tuntaskan SPMB 2025 Tanpa Kendala dengan Aplikasi, Meski Tanpa Dana APBN/APBD

    Disdik Makassar Klaim Tuntaskan SPMB 2025 Tanpa Kendala dengan Aplikasi, Meski Tanpa Dana APBN/APBD

    Agustus 27, 2025
  • Instagram
  • TikTok
  • Facebook
  • X

Copyright TopNews Portal | 2025

Scroll to Top