TOPNEWSP.COM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah akan dipisah.
Putusan untuk berhenti melakukan pemilu serentak ini akan dilakukan mulai tahun 2029 mendatang.
Pemisahan penyelenggaraan nasional dan daerah ini, menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat akan memberi pengaruh pada kualitas penyelenggaraan pemilu itu sendiri.
Arief mengungkapkan bahwa terjadi impitan sejumlah tahapan pemilu nasional dengan pemilu daerah membuat tumpukan beban kerja bagi penyelenggara pemilu.
Baca juga:
Perkuat Layanan Informasi dan Literasi Data, Bawaslu RI Sambangi Sulsel
Selain itu, juga ada kekosongan waktu bekerja yang relatif lama karena pemilu dilakukan terpusat pada satu momen saja.
“Masa jabatan penyelenggara pemilihan umum menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena hanya melaksanakan ‘tugas inti’ penyelenggaraan pemilihan umum hanya sekitar 2 tahun,” ujar Arief, dikutip dari laman resmi MK pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Tak hanya untuk penyelenggara pemilu, MK juga menyoroti tentang kondisi pemilih yang jenuh dan tidak fokus saat melakukan pemungutan suara.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, mengungkapkan bahwa kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon.
Pasalnya, dalam pemilu menggunakan 5 kotak suara, pemilih harus memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang menggunakan model 5 kotak.
Baca juga:
Refleksi Gerakan 98 di Makassar, dari Reformasi Belum Tuntas hingga Menguatnya Oligarki
“Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas,” ujar Saldi Isra, dikutip dari laman resmi MK pada Sabtu, 28 Juni 2025.
“Kondisi ini, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum,” tandasnya.
Putusan MK tentang pemisahan Pemilu Nasional dan daerah ini tertuang dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). (*)
Tinggalkan Balasan